JAKARTA—Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan penggunaan kalimat “Empat Pilar Kebangsaan dan Bernegara”. Putusan tersebut dinilai terlalu dini tanpa mempertimbangkan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut.
“Kami kecewa karena dasar pertimbangan hukumnya MK tak memahami latar belakang lahirnya frasa itu,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin, saat dihubungi wartawan, Jumat (4/4).
Lukman mengatakan, seharusnya majelis hakim lebih memahami terlebih dahulu tujuan dari pemberian nama tersebut. Sehingga, dalam mengambil putusan, majelis hakim tidak mendapatkan kritikan dari pihak lain. “Kami menyayangkan para hakim MK yang seharusnya bisa menangkap lahirnya frasa itu,” lanjut Lukman.
Lukman sendiri mengaku akan menghormati putusan tersebut, lantaran bersifat final dan mengikat. Hanya saja, Lukman mengaku pihaknya akan terus melakukan sosialisasi isi dari empat pilar itu sendiri yang terdiri atas Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meski demikian, MPR menghormati putusan MK karena bersifat final dan mengikat. Akan tetapi, putusan itu tak menyurutkan MPR untuk terus menyosialisasikan poin-poin di dalam empat pilar tersebut, yakni Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Putusan MK hanya menghapus frasa empat pilar dan bukan membatalkan nilai-nilai di dalamnya. Oleh karena itu, MPR tak menemukan alasan untuk berhenti menyosialisasikan poin-poin tersebut pada masyarakat. Kami akan semakin gigih menyosialisasikan esensi di dalamnya. Karena kini semakin relevan dan masyarakat harus memahami dan mengimplementasikannya,” ujar Lukman.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian pengujian Pasal 34 ayat (3) huruf b UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Dalam putusannya, MK menghapus frasa “empat pilar kebangsaan dan bernegara”.
“Frasa ‘empat pilar kebangsaan dan bernegara’ dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (3/4). (cr1)