Jakarta – Ketua DPR Marzuki Alie menegaskan, perlunya tindakan-tindakan kongkret atau gerakan yang bersifat nasional untuk menyetop semua bentuk tindak kekerasan terhadap anak.
Peserta Konvensi Partai Demokrat itu mengajak segenap komponen bangsa untuk bertindak kongkret cepat dan tepat, agar tidak lagi jatuh korban anak-anak di Indonesia.
“Kita meminta Presiden untuk turun tangan melakukan gerakan, menghentikan semua bentuk kekerasan terhadap anak, agar lahir generasi masa depan yang memiliki kecerdasan akhlak dan pribadi yang utuh tanpa dicederai oleh kasus-kasus kekerasan dan kekejaman,” kata Marzuki.
Ia sangat menyesalkan Kasus Iqbal (3,5 tahun) yang mengalami kekerasan, kekejaman serta eksploitasi oleh seseorang, yang sampai kini masih menjalani perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Jakarta.
“Ini adalah cermin dari kekerasan yang masih saja menimpa anak Indonesia. Masih banyak Iqbal-Iqbal lain yang mengalami kasus serupa, telah mengetuk nurani kita semua,” ujarnya.
Marzuki mendukung usulan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar dilakukan pencanangan: Gerakan Nasional “Stop Kekejaman Terhadap Anak Indonesia”.
Menurut Marzuki Alie, Undang-undang Perlindungan Anak sudah ada sejak 12 tahun yang lalu, yaitu UU No. 23 tahun 2002. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga termasuk jajaran kementerian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga independen dan Komnas Anak, sebenarnya telah menunjukkan aktivitas cukup berarti. Tetapi, kekerasan terhadap anak justru meningkat.
Berdasarkan permasalahan ini, maka Ketua DPR meminta perhatian semua pihak, agar dilakukan langkah kongkret, terstruktur dan terprogram, untuk melakukan perlindungan terhadap anak-anak Indonesia, anak-anak yang merupakan generasi masa depan bangsa.
Dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, antara lain dikatakan, bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga, karena dalam dirinya melekat harkat dan martabat dan hak-hak sebagai manusia Indonesia yang harus dijunjung tingi.
“Undang-undang ini telah ada, tetapi implementasinya belum sepenuhnya sebagaimana yang kita harapkan. Perlindungan bagi anak-anak dilakukan oleh Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi, dan korban kekerasan, baik fisik atau mental, penyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran,” kata Marzuki.
Dalam UU ini ungkap Ketua Dewan, juga diatur bahwa perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan meliputi kekerasan fisik, psikhis dan seksual, dilakukan dengan upaya-upaya penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan perundang-undangan, yang melindungi anak korban tindak kekerasan dalam bentuk pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi.
“Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, para penggiat perlindungan anak, dan masyarakat luas, dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi atau seksual sangat diperlukan, karena anak adalah tanggungjawab kita bersama,” demikian Marzuki Alie. (chan/dpr)